Selasa, 12 Maret 2013

plain white t's


1,2,3,4


1, 2, 1, 2, 3, 4
Give me more lovin’ than I’ve ever had
Make it all better when I’m feelin’ sad
Tell me that I’m special even when I know I’m not
Make me feel good when I hurt so bad
Barely gettin’ mad, I’m so glad I found you
I love bein’ around you
You make it easy, it’s as easy as 1, 2, 1, 2, 3, 4
There’s only one thing to do
Three words for you I love you
There’s only one way to say
Those three words and that’s what I’ll do, I love you
Give me more lovin’ from the very start
Piece me back together when I fall apart
Tell me things you never even tell your closest friends
Make me feel good when I hurt so bad
Best that I’ve had, I’m so glad that I found you
I love bein’ around you
You make it easy, it’s as easy as 1, 2, 1, 2, 3, 4
There’s only one thing to do
Three words for you I love you
There’s only one way to say
Those three words and that’s what I’ll do, I love you
I love you
You make it easy, it’s easy as 1, 2, 1, 2, 3, 4
There’s only one thing to do
Three words for you I love you
There’s only one way to say
Those three words and that’s what I’ll do, I love you
I love you
1, 2, 3, 4
I love you
I love you

my everything

my angel

saafira y s

 safira yustina

29 january 1996
acay love is you
 marry me

kids hope me proud

cinta lelaki biasa


CINTA LELAKI BIASA

Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya. Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan. Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu. Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!


Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka. Kamu pasti bercanda! Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda. Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!

Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak. Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah. Tapi kenapa? Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa. Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya. Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania! Cukup! Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?

Setahun pernikahan. Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka. Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia. Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania. Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan. Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.

Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama. Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik. Cantik ya? dan kaya! Tak imbang! Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.

Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.

***

Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya. Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan! Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil. Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang. Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali. Baru pembukaan satu. Belum ada perubahan, Bu. Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.

Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya. Bang? Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan. Dokter? Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar. Mungkin? Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu? Bagaimana jika terlambat? Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.

Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri. Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir. Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat. Pendarahan hebat!

Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis. Mama Nania yang baru tiba, menangis.

Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra..
Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya. Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh. Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi. Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.

Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh? Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli. Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun. Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari.

Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat. Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik. Baik banget suaminya! Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua! Nania beruntung! Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya. Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta.
Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi? Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan. Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna.

Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya. Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.

ayah


AYAH :)


Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang kuliah di luar kota jauh dari orang tua, yang sedang bekerja di perantauan,….

Akan sering merasa kangen [sekali] dengan Bundanya.. Lalu bagaimana dengan Ayah ??

Mungkin karena Bunda lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap harinya, tapi tahukah kamu jika Ayah-lah yang mengingatkan Bunda untuk menelponmu ?

Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Bunda yang lebih sering mengajak cerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Ayah bekerja dan dengan raut muka lelah Ayah selalu menanyakan pada Bunda tentang kabarmu dan apa yang kamu lakukan seharian ??

Pada saat kamu menangis merengek minta boneka atau mainan baru, Bunda menatapmu iba. Tetapi Ayah akan mengatakan dengan tegas : “Boleh, nanti beli, tapi tidak sekarang. ”

Tahukah kamu, Ayah melakukan itu karenan tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi ?

Saat kamu sakit, Ayah yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata : ” Sudah dibilang ! Kamu jangan hujan2an ! Minum es !”.






Walau tidak selembut kasih seorang ibu, kasih seorang ayah begitu mendalam dihati

Berbeda dengan Bunda yang memerhatikan dan menasihatimu dengan lembut. Ketahuilah, saat itu Ayah benar-benar mengkhawatirkanmu.

Ketika kamu sudah beranjak remaja.. Kamu mulai menuntut pada Ayah untuk dapat izin keluar malam, dan Ayah bersikap tegas dan mengatakan : “Tidak boleh !”.

Tahukah kamu, bahwa Ayah ingin menjagamu ? Karena bagi Ayah, kamu adalah sesuatu yang sangat luar biasa berharga..Setelah itu, kamu marah pada Ayah, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu…

Dan yang datang mengetuk pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Bunda…

Tahukah kamu, bahwa saat itu Ayah memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya, bahwa Ayah sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu ??

Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Ayah akan memasang tampang paling cool sedunia… D

Dan sesekali menguping atau mengintip saat sedang kamu sedang mengobrol.. Sadarkah kamu, kalu hati Ayah sedang cemburu ??

Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Ayah melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu memaksa untuk melanggar jam malamnya… Maka yang dilakukan Ayah adalah duduk di ruang tamu, menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir..

Setelah lulus SMA, Ayah akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur.. Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Ayah itu semata-mata hanya karena memikirkan mas depanmu nanti…

Tapi toh Ayah tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Ayah.. )

Ketika kamu menjadi gadis dewasa.. Dah harus kuliah di kota lain.. Dan harus melepasmu di terminal stasiun atau bandara… Tahukah kamu bahwa badan Ayah terasa kaku untuk memelukmu ?

Dan Ayah hanya bisa tersenyum sambil memberi nasehat ini itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati… Padahal Ayah ingin sekali menangis seperti Bunda dan memelukmu erat..

Yang Ayah lakukan hanya memeluk pundakmu atau memegang kepalamu, berkata ” Jaga dirimu baik-baik ya. ”

Ayah melakukan itu semua agar kamu KUAT… kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.. *amiiiinn…..

Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Ayah.. Ayah juga berusaha keras mencari jalan agar anaknya merasa SAMA dengan teman-teman lainnya.

Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana..

Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.

Ayah akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang”

Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Ayah untuk mengambilmu darinya..

Ayah akan sangat berhati-hati memberikan izin..

Karena Ayah tahu…..

Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti!!

Dan akhirnya….

Saat Ayah melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Ayah pun tersenyum bahagia….

Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Ayah pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis?

Ayah menangis karena Ayah sangat berbahagia, kemudian Ayah berdoa….

Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Ayah berkata: “Ya Allah tugasku telah selesai dengan baik….

Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik….

Bahagiakanlah ia bersama suaminya…”

Setelah itu Ayah hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk…

Dengan rambut yang telah dan semakin memutih….

Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya….

Ayah telah menyelesaikan tugasnya….

Ayah, Papa, Bapak, atau Abah kita…

Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat…

Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis…

Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. .

Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa “KAMU BISA” dalam segala hal…

meja kayu


MEJA KAYU

Suatu ketika, seorang kakek yang sudah sangat tua harus tinggal bersama dirumah anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu, dan cucunya yang berusia 6 tahun. Tangan orangtua ini sudah begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannyapun sudah sangat buram, dan berjalannyapun sudah tertatih-tatih. Keluarga ini biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang kakek yang sudah pikun ini sering mengacaukan segalanya.  Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan.

Suatu ketika, seorang kakek yang sudah sangat tua harus tinggal bersama dirumah anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu, dan cucunya yang berusia

6 tahun. Tangan orangtua ini sudah begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannyapun sudah sangat buram, dan berjalannyapun sudah tertatih-tatih. Keluarga ini biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang kakek yang sudah pikun ini sering mengacaukan segalanya.  Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan.

Sendok dan garpu kerap jatuh. Saat si orangtua ini meraih gelas, segera saja air yang ada didalamnya tumpah membasahi taplak meja makan.

Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. "Kita harus lakukan sesuatu, " ujar sang Istri. "Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk orang tua ini." Lalu, kedua suami-istri ini pun sepakat untuk membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Disana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan.

Karena sering memecahkan piring, anak dan menantunya juga sepakat untuk memberikan mangkuk kayu untuk si Kakek tua ini. Saat keluarga itu sibuk dengan makan malam, mereka sering mendengar isak tangis sang kakek dari sudut ruangan. Terlihat juga airmata yang tampak mengalir dari gurat keriput mata si kakek tua itu.  Akan tetapi, hal ini sama sekali tidak menyentuh hati anak dan manantunya, malah selalu saja, kata yang keluar dari anak dan menantunya ini adalah omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi.

Cucu si kakek tua yang baru berusia 6 tahun ini sering dibuat tertegun memandangi semua perlakuan orangtuanya. Sampai pada suatu malam, ayah sianak ini tanpa sengaja melihat anaknya yang sedang bermain dengan peralatan kayu.

Dengan lembut ditanyalah anak itu. " Sayang Kamu sedang membuat apa …?".

Lalu dengan lugunya anak ini menjawab, "Aku sedang membuat meja kayu untuk makan ayah dan ibu nanti kelak kalo aku sudah besar.

Meja itu nanti akan kuletakkan di sudut sana, dekat tempat kakek biasa makan." Sambil tersenyum anak itu segera melanjutkan permainannya. Sungguh jawaban anak ini telah membuat kedua orangtuanya sangat terpukul.  Suara mereka tiba-tiba berubah menjadi parau; Mulut mereka terkunci rapat; dan tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, perlahan-lahan airmatapun mulai menitik membasahi kedua pipi suami istri ini. Walau tak ada kata-kata yang terucap, tapi mereka kini benar-benar telah menyadari, ada sesuatu yang salah yang telah mereka lakukan pada orang tua mereka. Maka pada malam itu juga, mereka menuntun tangan orangtunya untuk kembali makan bersama di meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama dengan bahagia.

Para orang tua yang berbahagia dimanapun anda berada, anak-anak kita adalah cermin dari prilaku kita sehari-hari. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan. Mereka adalah pembelajar yang luar biasa.

Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak. Begitu pula sebaliknya; jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan buruk hal itupulalah yang akan dia lakukan kelak saat dewasa. Mari, kita selalu mengevaluasi setiap kebiasaan dan prilaku kita sebagai tabungan berharga yang kita simpan dalam diri anak-anak kita, sebagai bekal kelak pada saat mereka dewasa.

biography allen iverson



Allen Iverson 
7 June 1975Hampton, Virginia, USA

Birth NameAllen Ezail Iverson

NicknameThe Answer
Ivy
AI
Height6' (1.83 m)

Mini BiographyOne of the most controversial Basketball players of all time, Allen Iverson is one of the most loved and hated figures in Basketball. Born Allen Ezail Iverson in Hampton, Virginia, he grew up very poor to a struggling mother and a father who deserted him. Growing up, he was very athletic, playing football and basketball throughout most of his education prior to college. Iverson began focusing on basketball at his mother's insistence, despite wanting to be a football player. He proved to be a talented basketball player. At Bethel High School in Newport News, he began his high school basketball career. He developed a reputation of talking a lot and being uncoachable. To say he had a rough childhood is quite an understatement. On one of his places of residence, he walked through knee-deep sewage daily. During one summer, he witnessed the death of almost ten of his closest friends. Iverson first came to the national spotlight in 1993 in a controversial incident surrounding violent events at a bowling alley in Newport News. While the events that happened there will never be fully known, the generally accepted story is that some white students got into an argument with Iverson and his friends. The first question surrounding the event is whether he started it or if the white kids started it. Also, the question surrounded whether or not he assaulted a white woman by hitting her over the head with a chair. The prosecution insisted that surveillance tapes undoubtedly showed Iverson was the culprit, but in reality the tapes showed nothing conclusive. Two factors did him in at his hearing; first of all, two white people said they saw him assault the girl. Secondly, the judge was from the very conservative southeast Virginia establishment and did not have any sympathy for Iverson, his background or his talent. Seeing that Iverson requested a bench trial, this was crucial to his case. To add fuel to the fire, Allen Iverson flew in for the weekend from a tournament to be in Virginia for his trial. This played into the prosecution's hands and also upset the judge, both of whom saw this as evidence that Iverson did not respect the law. He was sentenced to a 5 -year jail term. This case sparked a tremendous amount of national attention. The case caught the interest of Bill Cosby and Spike Lee, who would be a fan and advocate of Iverson for many years. People all around the Newport News area started a movement to free Allen Iverson. He spent only four months in jail. Governor Douglas Wilder pardoned him. This move all but ended his political career and sparked another controversy. Wilder was also black, and white voters in Virginia viewed this move in a very racist light. Iverson was viewed now in much of white America as essentially a convicted felon who was out of prison only because a black man was governor of his state. Iverson got out conditionally, however. He had to adhere to a curfew and could not play basketball until he got his high school diploma. He could not accept a scholarship to the University of Kentucky but did get a scholarship once he completed his high school education in a learning center. During this time, he received his nickname, the answer. He was called such because his friends said he was the answer to basketball's conformity so to speak, people that conformed to this family friendly image, such as Charles BarkleyIsiah Thomas and most importantly, Michael Jordan, who was a childhood hero of his. He accepted a scholarship to Georgetown where John Thompson coached him. Thompson became somewhat of a father figure to him, but he was hard to manage, and the two had a workable but very turbulent relationship. Iverson completed only two years of his education where he became the top NBA draft pick in 1996. He was drafted by the ailing Philadelphia 76ers in 1996. Iverson is immersed in hip-hop culture. This made him an incredibly controversial figure in basketball. His clothing looked more like a gangster rappers than it did Michael Jordan's. On the court he seemed to embody the gangster rapper's image. He had an arm covering on one arm when he played, and also was one of the first players to have cornrows; a hairstyle up until that time was popular inprison. To make matters worse, he had an incredibly "in your face" style, which did not sit well with older players like Charles BarkleyMichael JordanScottie Pippen and others. Jordan said of him when Jordan's Bulls played Iverson's 76ers, that he had no respect for the game. Despite this, no one denied Iverson's talent. He could hustle the ball, could get around even the tallest players. He became known for his fast drives to the baskets and his ability to fake the ball in a move called the crossover. Spike Lee lost respect for him when he turned down his invitation to star in the film He Got Game (1998). As a very pointed move, Lee cast former collegiate rival Ray Allen in the part. The Sixers found themselves suddenly a respectable team. They acquired a new coach, the unusual Larry Brown. As a player in the ABA almost twenty years ago, Brown was also a young outsider fighting the system. Larry Brown now was a button-down-suit-and-tie coach. The two did not get along well at first; in fact, their relationship at best was serviceable. Brown was always unhappy with Iverson for not showing up to practice. Iverson insisted his game was pure inspiration, and he had little need for practice. The two rarely saw eye to eye. He received a tremendous number of awards in his short career. He was named rookie of the year in 1997, and on more than one occasion, he was an All NBA First Team, NBA All Star, was an All Star MVP, and received perhaps what was his crowning achievement to date when he was NBA MVP in 2001. That year, Iverson led his team to the NBA finals, but had a rough ride against Kobe Bryant and 'Shaquille O'Neal (I)''s Lakers. They lost the championship in game five of the series. It was still quite an achievement because the Sixers had not been to the finals since Dr. J (Julius Erving) and Moses Malone led them to victory over the Lakers in 1983 in a 4-0 sweep. Iverson has over 20 tattoos. Each tattoo is a symbol of his life. One denotes the name of his group of friends he has known since childhood, Cru Thik, another who says the answer, another who is dedicated to his mom who is a strong presence as Sixers games, and many others. He married his high school sweetheart Tawanna Turner and they have two children.
IMDb Mini Biography By: moviemuskie@yahoo.com
Spouse
Tawanna Turner(3 August 2001 - January 2013) (divorced) 5 children

Trade MarkCornrows
Lightning fast crossover and fastest first step in the game

TriviaWas named MVP of the 2000-2001 NBA season.
Attended Georgetown University from 1994 to 1996 where he was coached by the legendary John Thompson.
Drafted first overall by the Philadelphia 76ers in 96.
Rookie of the Year 1997.
Rookie All-star game MVP in 1997.
NBA All Star 2000, 2001, 2002.
All Star Game MVP 2001.
NBA MVP 2001.
All NBA First Team 1999, 2000, 2001.
In 2001, Led the 76ers to their first NBA Finals appearance since 1983 (lost to the LA Lakers in 5 games).
Played for Georgetown University.
Played Quarterback in HS and led his school to state titles in football and basketball his junior year.
Under lifetime contract with Reebok.
Daughter Tiaura (b. 1995), son Allen II, or "Deuce" (b. 1998).
Led the Bethel High School Bruins (Hampton, Virginia) to the 1993 basketball and football state championship; the then-16 year old played point guard and quarterback.
Released a rap album, Slow Motion, with appearances by his friends Ma$e, Jermaine Dupri, Da Brat and Kool-G-Rap.
Georgetown University's all-time leading scorer.
Named after his father, Allen Broughton, who left the family and never married Iverson's mother.
Since 1998, he has hosted the Allen Iverson Celebrity Classic to benefit the Boys & Girls Club of Greater Hampton Roads, Virginia.
Lives on the same street as M. Night Shyamalan.
Wife Tawanna, gave birth to their 3rd child, Isaiah Rahsaan Iverson, the baby weighted 7 lbs. and was born at 9:30 A.M. on August 8, 2003.
He founded the Crossover Foundation.
Allen's third child, son Isaiah Rahsaan, was named for Isiah Thomas and the late Rahsaan Langford, Allen Iverson's close friend who was shot to death in October 2001.
Olympic Bronze Medalist (2004 - Basketball).
He and wife Tawanna welcomed their fourth child, daughter Messiah Lauren Iverson on August 16, 2005 at 11:47 AM, weighing 6 lbs, 12 ounces.

Personal QuotesHow do I help my teammates by practice?
Where Are They Now

(May 2002) Held a press conference to express his displeasure with Sixers coach Larry Brown.
(November 2005) Playing point guard for the Philadelphia 76ers.
(August 2004) Playing with US Olympic Basketball team
(October 2010) Agreed in principle on a two-year, $4 million, contract with Besiktas Cola Turka of the Turkish Basketball League (Istanbul, Turkey).

I won't give up - Jason Mraz



When I look into your eyes
It’s like watching the night sky
Or a beautiful sunrise
Well there’s so much they hold
And just like them old starI see that you’ve come so far
To be right where you are
How old is your soul?

I won’t give up on us
Even if the skies get rough
I’m giving you all my love
I’m still looking up
And when you’re needing your space
To do some navigating
I’ll be here patiently waiting
To see what you find
‘Cause even the stars they burn
Some even fall to the earth
We’ve got a lot to learn
God knows we’re worth it

No, I won’t give up
I don’t wanna be someone who walks away so easily
I’m here to stay and make the difference that I can make
Our differences they do a lot to teach us how to use the tools and gifts
We got yeah we got a lot at stake
And in the end,
You’re still my friend at least we didn’t tend
For us to work we didn’t break, we didn’t burn
We had to learn, how to bend without the world caving in
I had to learn what I got, and what I’m not
And who I am
I won’t give up on us
Even if the skies get rough
I’m giving you all my love
I’m still looking up
I’m still looking up
I won’t give up on us
God knows I’m tough, he knows
We got a lot to learn
God knows we’re worth it
I won’t give up on us
Even if the skies get rough
I’m giving you all my love
I’m still looking up…